Hati-hati Memberikan “label” pada Anak

1Perilaku negatif yang paling sering dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya adalah memberi label atau labeling. Memberi label/cap atau labeling adalah proses melabel seseorang. Menurut Handbook for The Study of Mental Health (Kemendiknas 2010:93, labeling adalah sebuah definisi yang ketika diberikan  pada seseorang akan  menjadi identitas diri orang tersebut. Misalnya, anak yang diberi label bandel,  dan diperlakukan seperti anak bandel, akan menjadi bandel  atau   Anak yang diberi label bodoh, dan diperlakukan seperti anak bodoh, akan  menjadi bodoh. Kalau begitu mungkin bisa juga seperti ini Anak yang diberi label pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi pintar. (Kemendiknas, 2010:93).

Anak yang diberi label negatif dan  mengiyakan  label tersebut bagi dirinya, cenderung bertindak sesuai labelnya, orang akan memperlakukan dia  juga sesuai labelnya. Hal  ini  menjadi siklus melingkar yang berulang-ulang dan semakin sering menguatkan terus-menerus. Perilaku labeling pada anak, terkadang bisa terjadi tanpa kita sadari. Oleh karena itu, untuk menghindari orangtua pada tindakan labeling, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Berespon secara spesifik terhadap perilaku anak, dan bukan pada kepribadiannya. Jika anak bertindak sesuatu yang tidak label, karena melabel berarti menunjuk pada kepribadian anak, seperti sesuatu yang terberi dan tidak bisa lagi diperbaiki. Contoh: Kalau anak tidak bisa berani menghadapi orang baru, jangan katakan “Aduh kamu pemalu sekali, atau “Jangan penakut begitu dong Nak:, tetapi beresponlah “Tidak kenal ya dengan tante ini, jadi tidak mau menyapa?. Kalau besok ketemu  lagi,  mau ya menyapa, kan sudah pernah kenalan”. Kalau anak nakal (naughty), jangan katakan bahwa dia nakal tapi katakan bahwa perilakunya salah (misbehave). Anak-anak sering berperilaku salah, selain karena mereka memang belum mengetahui semua hal yang baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak, mereka juga masih menguji  batas-batas dari orangtuanya. Misalnya, kakak merebut mainan adik, katakan “Kakak, merebut mainan orang lain itu salah, tidak boleh begitu. Kalu main sama adik gantian ya”( dan  bukan mengatakan “Kakak, nakal sekali sih merebut mainan adiknya”).Dengan demikian tidak ada pesan negatif yang masuk dalam  pikiran anak, dan bahkan anak didorong untuk mau bertindak benar diwaktu berikutnya.
  2. Gunakan label untuk kepentingan pribadi orangtua. Sebenanrnya melabel tidak selamanya buruk, asalkan label tersebut digunakan orangtua untuk dirinya sendiri, agar lebih memahami dinamika perilaku anak. Misalnya, “Anakku  A  lebih bodoh daripada anak B”. Tapi label tersebut tidak dikatakan didepan anak “A” kamu itu kok lebih bodoh ya daripada adikmu si “B”. Dengan mengetahui dinamika anak lewat label yang ada dalam pikiran orangta sendiri, hendaknya orangtua menggunakan label tersebut untuk menyusun strategi selanjutnya, agar kekurangan anak diperbaiki. Misalnya, setelah mengetahui “A” lebih bodoh daripada “B”, maka orangtua akan memberikan lebih banyak waktu untuk mengajarkan sesuatu dan memperssiapkan diri untuk lebih sabar jika menghadapi “A”.
  3. Menarik diri sementara jika sudah tidak sabar. Ada kalanya orangtua sudah tidak sabar dan inginnya melabel anak, misalnya “Heeeh kamu goblok banget sih, 2 x 1 saja tidak bisa-bisa”. Perilaku ini bisa muncul secara reflek lantaran kondisi badan atau psikologis yang tidak memungkinkan, terutama tidak terkendalinya kesabaran. Oleh karena itu jika kesabaran sudah diambang batas, sebelum kata-kata negatif keluar, ada baiknya orangtua menarik diri sementara dari anak, atau dengan kata lain time off. Ada banyak ucapan yang cukup baik dan mendidik ketika anda sudah merasa tidak sabar, misalnya, “ayah sudah lelah, mungkin kamu juga sama. Siapa tahu setelah istirahat kita berdua lebih berkonsentrasi dan semangat belajar.
Facebook
Twitter

INFO PENDAFTARAN

Penerimaan Siswa Baru

TK Khalifah membuka pendaftaran siswa baru untuk tahun ajaran 2023/2024